PEREKAT NUSANTARA dan TPDI: Putusan MKMK Berpotensi jadi Amunisi Politik bagi DPR RI Meng-Impeachment Presiden Jokowi

JAKARTA, PADMAIndonesia.id– Rakyat Indonesia sedang prihatin dan cemas karena saat tiga lembaga negara; yaitu Presiden, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemihan Umum (KPU) yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD 1945, namun pimpinannya diduga terlibat dalam konspirasi dengan supra struktur politik istana dalam politik praktis.

Demikian hal itu diutarakan Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) dan Tim Pembela Demokrasi (TPDI), dalam keterangan resmi, Senin (13/11/2023).

Koordinator PEREKAT NUSANTARA dan TPDI, Petrus Selestinus mengatakan, baik MK maupun KPU RI merupakan lembaga negara yang kemandirian dan independensinya dijamin oleh UUD 1945, seharusnya tidak boleh diintervensi secara melawan hukum oleh siapa pun juga, terlebih-lebih oleh supra struktur politik demi politik praktis lewat nepotisme.

Menurut Petrus, putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/ 2023, tanggal 7/11/2023, serta merta mendelegitimasi Putusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/ 2023, tanggal 16/10/ 2023, ditandai dengan diberhentikan Anwar Usman (ipar Presiden Jokowi) dari jabatan Ketua MK, karena terbukti melakukan pelanggaran berat Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

“Oleh karena itu, dalam menetapkan Paslon, KPU dituntut menempatkan Putusan MKMK, sebagai landasan Hukum dan Etik, terlebih-lebih karena MKMK berhasil membongkar konspirasi politik di supra struktur politik (Istana) melalui jejaring Nepotisme di MK, satu dan lain karena menjadikan MK sebagai instrumen politik,” kata Petrus.

MEMBONGKAR KONSPIRASI

Petrus menegaskan, KPU tidak boleh membiarkan dirinya hanya berfungsi sebagai eksekutor pihak Istana, mengeksekusi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan mengabaikan Putusan MKMK yang secara Moral dan Etik mengembalikan wibawa dan marwah Mahkamah Konstitusi.

“KPU harus memahami bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dimaksud adalah produk konspirasi supra struktur politik Istana, memperalat MK melalui Anwar Usman ipar Presiden Jokowi), demi meloloskan GRR mendampingi Bacapres Prabowo Subianto, sebagaimana secara eksplisit dan implisit diungkap dalam Putusan MKMK,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, suka tidak suka, Putusan MKMK itu berimplikasi menimbulkan cacat hukum pada pencawapresan GRR, sehingga KPU tidak punya pilihan lain selain harus menyatakan batal pencawapresan GRR.

“Putusan MK dan MKMK dimaksud, merupakan alat bukti ‘sempurna’ bahwa Etika kehidupan berbangsa dan bernegara di era Jokowi berada di titik nadir. Ini tentu mengancam integrasi nasional menuju krisis multi dimensi dan lahirnya krisis kepercayaan publik yang meluas kepada Pemerintah,” timpal Petrus.

HENTIKAN NEPOTISME!

Petrus menilai, praktek bernegara dengan cara mengabaikan Etika bernegara jelas menyimpang dari Pembukaan UUD 1945, TAP MPR Nomor XI/MPR/ 1998 dan TAP MPR Nomor VI/MPR/ 2001, yang secara tegas melarang relasi keluarga dalam Penyelenggaraan Negara (Nepotisme) melalui UU Nomor 28 Tahun 1999.

Alasannya, tegas Petrus, karena Nepotisme pada gilirannya akan merusak sendi-sendi Etika bernegara (kejujuran, rasa malu, keteladanan, toleransi, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa), berangsur angsur hilang dan akan muncul disintegrasi bangsa.

“Untuk menghentikan Nepotisme Jokowi dengan daya rusak yang tinggi, hanya bisa dilakukan dengan dua cara; yakni pertama, Anwar Usman mundur total atau dipecat dari Hakim Konstitusi, sedangkan GRR segera mundur atau ditarik dari posisi Bacawapres dan diganti oleh Pimpinan Parpol dalam KIM,” dalilnya.

Jika cara pertama gagal dilakukan, lanjut Petrus, maka pilihan cara kedua, sebagai langkah konstitusional, yakni memproses hukum Presiden Jokowi melalui impeachment atas dugaan telah melanggar UUD 1945 dan peraturan hukum lainnya.

JAGA INTEGRASI NASIONAL

Secara kasat mata, terdapat fakta yang notoire feiten, betapa Etika bernegara (budi pekerti, kejujuran, integritas, rasa malu, toleransi) mengalami penghancuran secara sistemik, selama 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa.

Lembaga Kepresidenan, MK dan KPU, terkena imbas dari proses kehancuran akibat penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan relasi keluarga dalam Tata Kelola Pemerintahan dan Penyelenggaraan Negara, tanpa rasa malu dan bersalah, karena itu harus diakhiri sekarang juga.

“Penggunaan Hak Angket DPR bisa berkembang hingga Presiden Jokowi diimpeachment di MK. Ini tentu memerlukan dukungan publik guna mendapatkan legitimasi,” kata Petrus.

“Karena itu, dalam melaksankan fungsi representasi rakyat, DPR memiliki alasan konstitusional mengimpeach Presiden Jokowi, tetapi dengan tetap menjaga integrasi nasional,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *