SABU RAIJUA, PADMAIndonesia.id– Pegiat Anti Korupsi Sabu Raijua (Sarai) kembali menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait penanganan dan penuntasan dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) di Kabupaten Sabu Raijua (Sarai), tahun 2013-2015 senilai Rp 35 Miliar.
Salah satu tokoh Anti Korupsi Sarai, Lazarus Riwu Rohi, kepada media ini, Kamis (9/11/2023) menegaskan bahwa sorotan tersebut terkait janji mantan Kepala Kejati NTT, Febri Ardiansyah untuk menetapkan status tersangka bagi pelaku Tipikor Bansos Sarai senilai Rp 35 Miliar tersebut.
“Sejak kasus ini mencuat ke publik bahkan sudah ditangani Kejati NTT sejak 2020 lalu, namun hingga kini kasusnya mengendap di Kejati NTT tanpa ada kepastian hukum bahkan status hukum (Tersangka, red) bagi pelaku Tipikor,” sorot Lazarus.
Mantan Aktivis ’98 itu menyinggung, seturut data yang dimiliki bahwa pada 13 Mei 2019 lalu, Kepala Kejati NTT melalui Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT, Abdul Hakim menegaskan bahwa setelah memeriksa 370 orang saksi dan ahli dan mengantongi hasil Perhitungan Kerugian Negara (PKN), tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati NTT segera menetapkan status tersangka.
Namun demikian, hingga kini janji Kepala Kejati NTT (Febri, red) hingga akhirnya dimutasi dari jabatan, belum direalisasi.
“Ini potret buram penegakan hukum di lingkup Kejati NTT,” sentilnya.
“Ini fakta penegakan hukum yang cenderung tarik ukur bahkan terkesan mengendapkan kasus-kasus korupsi. Padahal, tim penyidik Tipidsus Kejati NTT telah memeriksa ahli di Jakarta terkait PKN, bahkan telah mengantongi sejumlah nama yang bertanggung jawaban atas adanya dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Bansos tersebut,” ujar anggota DPRD Sarai tersebut.
Politisi Sarai yang getol menyuarakan transparansi penegakan hukum itu menyayangkan, jika alasan penetapan tersangka hanya karena tim penyidik belum mengantongi hasil PKN, sementara sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim ahli.
“Patut diduga bahwa ada kepentingan terselubung di balik vakumnya pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut, termasuk sejumlah nama yang sudah dikantongi, yang diduga ikut menyeret sejumlah penguasa daerah Sarai yang sekarang sedang berkuasa,” sorotnya.
Minta Intervensi KPK dan Atensi BPKP Hingga Kejagung RI
Tidak ada kepastian hukum setelah tiga tahun mengendap di Kejati NTT, Lazarus meminta agar kasus tersebut diintervensi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI termasuk penetapan tersangka dalam kasus korupsi Bansos Sarai ini.
Lazarus menegaskan, hak atas keadilan dan jaminan kepastian hukum wajib dipenuhi Kejati NTT karena diatur dalam pasal 17 jo pasal 3 ayat (2) UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Tindakan korupsi adalah jenis pelanggaran HAM berat, karena telah merampok hak-hak ekonomi, sosial, politik dan budaya (ekopolsob) rakyat miskin melalui Bansos,” ujarnya.
Politisi Sarai yang komit dalam gerakan Anti-KKN itu juga meminta atensi serius dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI.
“Institusi penegak hukum dan lembaga negara (BPKP) harus memberi atensi serius terhadap kasus hukum Bansos Sarai ini sehingga menimbulkan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, khususnya masyarakat Sarai,” imbuhnya.
“Kami terus berkomitmen untuk ikut mengawal penuntasan kasus-kasus korupsi di NTT. Kami mendukung penuh langkah KPK, BPKP dan Kejagung RI. Jadikan hukum sebagai panglima agar korupsi tidak merajalela di bumi Sarai,” tandas Larazus yang kembali bertarung di Pileg Sarai 2024 melalui Partai Perindo.
Media ini terus mengkonfirmasi tanggapan dari Kepala Kejati NTT yang baru, Hutawa Wisnu dan pihak BPKP terkait kepastian hukum kasus Bansos tersebut.