Dugaan Pungli Warnai Kegiatan Bhakti Adhyaksa di Ruteng, KOMPAK Indonesia Desak Kejagung RI dan DPRD Manggarai Bersikap

RUTENG, PADMAIndonesia.id– Koalisi Masyarakat untuk Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia menyoroti Kegiatan Seminar dalam rangka memperingati Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 Kejaksaan Negeri (Kajari) Manggarai yang diselenggarkan di Aula Asumpta Katedral Ruteng, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (17/7/2023) lalu.

Pasalnya, kegiatan yang melibatkan para Kepala sekolah (SD dan SMP) serta para Kepala Desa (Kades) dari dua Kabupaten yakni Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur tersebut, ditengarai adanya pungutan sebesar Rp 500.000 oleh masing-masing Kepala Desa.

“Diduga kuat, pungutan itu untuk mengamankan pihak Kejaksaan Negeri agar sungkan melakukan penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi di wilayah hukum Manggarai. Mirisnya lagi, sasaran empuk pungutan yakni para Kepala Desa,” sorot Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa dalam keterangan resmi, Jumat (21/7/2023).

Menurut Gabriel, pungutan itu terjadi karena saking takutnya para Kades saat berhadapan dengan Institusi Penegak Hukum (Kejari Manggarai, red) sehingga mereka terpaksa menyetor uang sebesar RP 500.000.

Gabriel mempertanyakan, siapa yang memerintahkan pemungutan uang dari Kas Desa untuk membiayai acara Seminar memperingati Hari Bhakti Adhyaksa tersebut.

“Modus operandi pungutan liar (pungli) berkedok acara Seminar atau Dialog Publik segera dihentikan dan jangan dijadikan kebiasaan,” tegas Gabriel.

Tergerak nurani untuk melakukan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Indonesia, kata Gabriel, maka KOMPAK Indonesia menyatakan;

Pertama, mendesak Kejaksaan Agung RI untuk memeriksa Kepala Kejari Manggarai atas dugaan pungutan sebesar Rp.500.000 yang dikenakan kepada para Kades di Manggarai untuk acara Seminar memperingati Hari Bhakti Adyaksa ke-63 di Ruteng.

Kedua, mendesak Lembaga DPRD Manggarai untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Semua Kades, Bupati, Camat dan Kejari Manggarai guna memberikan keterangan resmi siapa yang menarik dana sebesar RP 500.000 kepada masing-masing Kades serta apa dasar hukum pungutan tersebut.

Ketiga, mengajak solidaritas Penggiat Anti Korupsi dan Pers untuk membongkar tuntas modus operandi Tindak Pidana Korupsi melalui kedok acara Seminar atau Dialog Publik.

“Institusi Penegak Hukum tidak boleh berlindung di balik modus yang justru merendahkan marwah sebagai penegak hukum. Para Kades harus berani bersuara agar kebenaran terungkap dan keadilan ditegakkan di Republik Hukum ini,” tegas Gabriel.

Pungutan per Desa

Sebelumnya, sebagaimana diberitakan flores.pikiran-rakyat.com, seorang Kepala Desa yang tidak ingin nama dicantumkan, mengaku dirinya diperintahkan untuk mengumpulkan uang sebesar Rp 500 ribu untuk membiaya kegiatan Seminar dalam rangka memperingati Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 Kejaksaan Negeri Manggarai di Ruteng.

“Kumpul uang Rp 500 ribu. Kebetulan kami diperintahkan dari Camat kemarin, diperintahkan supaya semua Desa mengumpulkan uang 500 ribu dalam rangka ulang tahun Adhyaksa, tetapi dikemas untuk kegiatan Seminar sekaligus peningkatan kapasitas pemerintah Desa,” ungkap Kepala Desa tersebut, Minggu (16/7/2023).

Kades tersebut juga mengatakan jika dirinya merasa terkejut karena ulang tahun Kejaksaan tetapi malah Desa yang membiayai.

“Yang pasti kami terkejut, karena ulang tahun kejaksaankok Desa yang biaya,” ungkapnya.

Menurut dia, angka Rp 500 ribu bukan soal besar dan kecilnya, tetapi yang menjadi soal yakni saat ini mereka (Desa) dalam posisi tidak berdaya, karena Alokasi Dana Desa (ADD) turun drastis tahun ini.

“Beberapa bulan lalu, kami sempat demo karena ADD turun, oleh karena sebagian kegiatan atau program tidak bisa dibiayai, termasuk insentif RT/RW dan Linmas, karena dananya tidak ada, bahkan ATK juga kami tidak bisa belanjakan, akhirnya solusi terpaksa potong gaji,” ungkapnya.

“Lalu sekarang kami diperintahkan kumpul uang Rp 500 ribu untuk kegiatan Kejaksaan. Ini sangat janggal dan bertentangan dengan yang namanya penegakan hukum, karena menurut kami, Kejaksaan mestinya paham bahwa refokusing anggaran masif di seluruh indonesia. Kabupaten yang anggaan hingga miliaran bahkan triliunan, itupun masih ngos-ngossan, apalagi kami yang di Desa yang sampai saat ini tidak bisa membiayai RT/RW dan Linmas,” ungkapnya.

Kades tersebut mengaku, kesepakatan soal pengumpulan uang tersebut bukan di Kecamatan, melainkan di Kabupaten.

“Kami hanya diberi tahu soal hasil rapat di Kabupaten. Beberapa waktu sebelumnya, Camat diundang ke Kabupaten untuk mengikuti rapat bersama pihak Kejaksaan. Lalu hasil rapat di Kabupaten teruskan ke kami di Desa. Kami diperintahkan, bukan dimintai pendapat, tetapi diperintahkan untuk mengumpulkan uang Rp 500 ribu per Desa,” beber Kades tersebut.

Kades itu mengatakan bahwa sebelumnya pernah mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas di Wae Lengkas.

“Menurut saya, memang betul ini tugas Kejaksaan, tetapi momentnya tidak tepat. Saya terpaksa harus pinjam uang, karealna tidak dianggarkan dalam APBDes. Yang saya takut, nanti di saat kami diperiksa Inspektorat. Kegiatan ini dilaksanakan secara mendadak dan tidak ada informasi jauh hari sebelumnya,” tandasnya.

Bantah Tudingan

Sementara itu, Kepala Kajari Manggarai, Bayu Sugiri, menampik tudingan adanya pungutan untuk membiayai kegiatan tersebut.

“Itu yang kita luruskan, itu kembali ke dinas. Jangan itu, itu tidak benar,” ungkap Kejari kepada wartawan di sela kegiatan seminar itu, Senin (17/7/2023).

“Bukan dibiayai, itu membiayai kepentingan sendiri dengan SPPD. Bukan dipungut, itu serapan anggaran namanya,” jelas Bayu Sugiri.

Bayu mengatakan, tidak ada keharusan dari Kejaksaan seperti itu, ia yang meminta tolong kepastian ada nomenklatur kegiatan ini ada atau tidak, supaya ketika mereka berangkat hari itu, tentu alokasi dana yang sekolah dari dana BOS memang ada komponennya.

“Terlalu bodoh kalau saya mau lakukan itu, dua tahun enam bulan saya di sini.” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *