Stefanus Roy Rening: Antara Marwah Nobile Officium versus Diskresi Subjektif KPK

Oleh: GF Didinong Say*

OPINI, PADMAIndonesia.id– Selasa (9 Mei 2023), Dr. Stefanus Roy Rening, S.H., M.H selaku Pengacara Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe, resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan pada dugaan obstruction of justice atau merintangi proses penyelidikan perkara.

Sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, Roy Rening secara kooperatif memenuhi panggilan KPK dengan datang ke kantor KPK di kawasan Kuningan, dengan mengenakan Toga (jubah hitam), eksistensi Profesi Advokat.

Setelah pemeriksaan beberapa jam dan ditetapkan untuk ditahan, Roy Rening yang adalah mantan Ketua Umum Partai Katolik Demokrasi Indonesia (PKDI) ini keluar dari gedung Merah Putih dengan mengenakan rompi kuning tahanan KPK yang menutupi jubah pengacara. Sebuah pemandangan yang ironik.

Dengan tangan terborgol, Roy Rening nampak tetap tegar digiring petugas ke luar menuju mobil tahanan. Roy tetap tersenyum ketika disemangati rekan pengacara dan para sahabatnya.

Bagaimanapun, Roy juga hanya manusia biasa. Air mata Roy Rening seketika runtuh ketika berpapasan dengan Augusto, putera ketiganya yang ikut menyaksikan peristiwa tersebut secara langsung.

Vivere Pericoloso

Sejak menangani kasus Tibo, dkk di Poso, perkara beberapa imam Katolik di Flores, hingga yang teranyar masalah Lukas Enembe di Papua, hidup Roy Rening nampak seperti selalu menyerempet bahaya dan tidak jauh dari tekanan dan ancaman.

Sebagai Advokat yang bergelut dengan aneka perkara, Roy sudah terbiasa mengalami intimidasi dari pihak lawan. Tekanan balik dari pihak lawan ini bisa saja muncul oleh sebab gaya argumentasi Roy Rening yang kerap straight forward. Frontal dan blak-blakan dalam menghadapi lawan ketika sedang membela kepentingan klien.

Menyimak jejak digital pernyataan Roy Rening terkait kasus Lukas Enembe dalam berbagai talk show atau konferensi pers, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa Roy Rening memang “terlalu” berani.

Tak tanggung-tanggung, Riy nekat menyebut nama beberapa penguasa Republik ini dalam pusaran kasus Lukas Enembe tersebut. Maka, wajar jika ada opini yang berkembang bahwa penahanan Roy Rening oleh KPK tidak lepas dari tekanan kekuasaan. Apalagi, law enforcement di negeri ini masih subordinat terhadap kekuasaan.

Namun sebagai Pengacara, Roy Rening ternyata tampil gentleman menghadapi panggilan KPK. Ia siap menjalani proses hukum. Ia tidak melarikan diri seperti terduga koruptor Harun Masiku. Konon ada juga anggota DPR yang mengemplang dari panggilan KPK lebih dari tiga kali dan kasusnya kini bak menguap.

Roy Rening justru terkesan telah mengantisipasi resiko terburuk dari profesi yang disandangnya. Roy Rening juga nampak bergeming karena dari Pasal yang dipersangkakan jelas bahwa dirinya bukanlah koruptor yang mengeruk uang rakyat.

Nobile Officium

Tersirat dalam UU Advokat bahwa dalam kapasitasnya, Pengacara mendapatkan imunitas karena tugas mulia yang sedang dijalankannya. Bahwa dengan pengecualian tertentu, secara hukum seorang pengacara dilindungi dan tidak dapat dituntut ketika sedang membela warga negara (klien) terhadap kesewenang-wenangan.

Penahanan Stefanus Roy Rening selaku Pengacara oleh KPK, semestinya mampu memantik Solidaritas seluruh Pengacara Indonesia untuk mengambil langkah hukum tertentu. Misalnya, dengan melakukan upaya Praperadilan terhadap tindakan KPK tersebut. Langkah lain yakni dengan melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU terkait.

Perlu dibuktikan bahwa presenden penahanan Roy Rening jangan sampai membuat harkat dan martabat Profesi pengacara menjadi rentan terancam; misalnya oleh sebuah diskresi subjektif tertentu dari aparat penegak hukum lain.

Sentire Cum Papua

Sebuah pernyataan menarik sempat dilontarkan Roy Rening di hadapan awak media, sesaat sebelum ia melangkah masuk ke dalam gedung KPK.

Roy Rening menegaskan bahwa seluruh upaya pembelaan yang diberikan bagi Lukas Enembe itu tidak lepas dari sikap dan prinsip equality before the law yang dianutnya.

Bahwa dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), orang Papua sebagai warga negara tidak boleh mengalami diskriminasi ataupun penzoliman pada setiap proses penegakan hukum.

Lukas Enembe yang saat ini dipastikan mengalami sakit permanen yang kronis dan beresiko pada kematian oleh dokter ahli, mestinya dapat dihentikan proses hukumnya sampai dengan yang bersangkutan sembuh dan dinyatakan fit to trial.

Semoga penyampaian Roy Rening ini dapat dipertimbangkan dengan bijaksana oleh KPK dan pihak terkait lainnya, termasuk oleh Presiden Jokowi.

* Penulis adalah Diaspora NTT di Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *