JAKARTA, PADMAIndonesia.id– Sidang gugatan Praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif, Lukas Enembe, atas tidak sahnya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, perpanjangan penahanan, dan penyidikan, yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
terhadap dirinya, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (28/4/2023).
Dalam sidang, Kuasa Hukum Bapak Lukas Enembe, Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP), mengajukan tiga saksi, terdiri dari dua saksi ahli dan satu saksi fakta.
Ketiga saksi tersebut yakni Prof. Dr. Gatot Susilo Lawrence (Ahli Patologi dan Dosen Universitas Hasanudin),
dr. Anton Mote (Dokter pribadi Bapak Lukas Enembe), dan Hafid Abbas (Mantan Komisioner Komnas HAM 2012-2017).
Dalam sidang, Prof. Dr. Gatot Susilo Lawrence, memberikan kesaksian, bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap rekam jejak Gubernur Papua non aktif, Lukas Enembe, diketahui bahwa Bapak Lukas Enembe terinfeksi Hepatitis B dan masuk dalam tahap kronis Hepatitis B.
Tidak hanya itu, keberadaan Bapak Lukas Enembe di dalam Rutan KPK, berpotensi menular kepada para tahanan, penjaga dan pegawai rutan.
Pada awal sidang, Prof. Gatot menceritakan tentang latar belakang keilmuannya, yang merupakan ahli patologi, gen, jantung dan ginjal, yang lama berkecimpung dalam penanganan
medis di Bosnia, Kroasia dan Kosovo. Sebelum memberikan kesaksian, Prof. Gatot telah membaca secara seksama rekam medis Bapak Lukas Enembe mulai dari awal pengobatan sampai saat ini, yang terkumpul dalam satu buku berisi 777 halaman.
“Pada intinya, Bapak Lukas Enembe diketahui menderita kista, dan ada dua kista pada ginjalnya. Permasalahannya, Bapak Lukas Enembe ini gemuk, tapi bukan gemuk sehat melainkan
gemuk sakit,” tukas Prof. Gatot.
Selain menderita kista, Gubernur Papua dua periode tersebut menderita gangguan ginjal dan juga otak.
Terinfeksi Hepatitis B, Berpotensi Menulari Orang-Orang di Sekitar
Diketahui, Lukas Enembe juga terinfeksi Hepatitis B. Hepatitis ini belum ada obatnya.
“Beliau kronis Hepatitis B. Kalau tidak ditangani akan masuk menjadi pengerasan hati, dan kalau pengerasan hati, akan selangkah lagi ke kanker hati. Adanya kista, Hepatitis B, dan kegemukan, saya sebagai dokter merasa prihatin,” tukas Prof. Gatot.
Dijelaskannya, Hepatitis B yang diderita Bapak Lukas Enembe masuk dalam tahap Kronis, karena virus Hepatitis tersebut ada di dalam tubuh pasien.
“Dokter siapapun kalau ada pasien yang menderita Hepatitis B, dokter itu akan takut juga. Kalau ada pasien ibu hamil yang menderita Hepatitis B, datang ke dokter, dokternya juga akan takut. Karena kalau darahnya itu kena ke mata dokter, maka dokternya akan kena. Karena itu, sebagai dokter, saya prihatin (dengan kondisi Bapak Lukas),” ujar Prof. Gatot.
Ditambahkannya, virus Hepatitis B ini bersifat menular. Penularannya itu, kalau si penderita berciuman dengan istrinya, maka istrinya akan tertular. Jadi agar tidak tertular, orang-orang terdekat harus disuntik anti virus Hepatitis B.
Ditanya oleh kuasa hukum Pemohon, bagaimana jika penderita Hepatitis B berada di dalam rutan, oleh Prof. Gatot dikatakan bahwa orang-orang di sekitar penderita, jelas akan tertular.
“Jelas tertular. Kalau dia sakit, dan dia tinggal bersama-sama dengan orang lain, orang lain itu akan takut, kecuali orang-orang itu tidak tahu. Karena itu, Hepatitis B harus dicegah, divaksin
agar tidak kena,” jelas Prof. Gatot.
Ia menjelaskan, Virus Hepatitis B itu akan menyerang ginjal yang sehat, di mana bila terinfeksi, ginjalnya akan mengecil dan mengeras.
“Kecuali dilakukan transplantasi. Karena itu, janganlah tunggu liver sampai kena, karena akan keras dan mengecil,” ujar Prof. Gatot.
Dengan mengetahui bahwa Bapak Lukas Enembe terinfeksi Hepatitis B dan saat ini berada di dalam rutan, menurut Prof. Gatot, jelas membahayakan orang-orang di sekitarnya, seperti tahanan lain, para penjaga tahanan dan pegawai rutan KPK.
Ditanya oleh kuasa hukum Pemohon, bagaimana etikanya ketika dokter KPK mengetahui bahwa Bapak Lukas menderita Hepatitis B dan tidak memberitahu bahayanya penyakit itu, atau malah membiarkan, Prof. Gatot mengatakan, berarti dokternya itu kurang pintar.
“Sudah tahu penyakit itu menular, malah membiarkan. Ya, dokternya jelas salah dari segi etis, tidak etis itu. Perawat saya
saja, setiap tahun disuntik anti virus,” tukas Prof. Gatot.
Yang jelas, kata Prof. Gatot, dengan ditempatkan di rutan, maka tahanan lain akan berpotensi terkena virus Hepatitis B.
Ditanya, apa rekomendasi untuk kondisi Bapak Lukas agar tidak membahayakan tahanan lain, Prof. Gatot mengatakan, jangan digabung dan immediately evacuate.
Selain masalah virus Hepatitis B, Prof. Gatot mengatakan bahwa yang membahayakan Bapak Lukas Enembe adalah penyakit ginjalnya.
“Dari bulan ke bulan, Creatinenya menaik, Pak Lukas masuk kronis ginjal. Sudah stadium 4, kalau tambah naik, masuk stadium 5,” jelas Prof. Gatot.
Dijelaskannya, kalau masuk stadium 5, maka akan tinggal tunggu bulan atau malah tunggu hari, untuk masuk tahap cuci darah.
Pihaknya menceritakan, saat ini banyak pasien asal Indonesia, yang berobat ke Singapura.
Prof. Gatot sempat berpikir kenapa banyak pasien Indonesia yang berobat ke Singapura, setelah diamati ternyata itu, karena masalah kepercayaan.
“Tapi ini masalah kepercayaan, trustnya. Apakah Pak Lukas harus berobat di Indonesia, tidak boleh juga begitu, karena ini masalah trustnya. Kenapa Pak Lukas mau berobat ke Singapura, itu karena dia percaya,” saran Prof. Gatot.
Selain ginjal, Prof. Gatot juga menemukan data bahwa Bapak Lukas Enembe pernah menderita stroke. Dengan kondisi stroke tersebut, jelas akan mempengaruhi cara berpikir.
“Kalau punya sakit berat, pikirannya tidak jelas. Karena itu jangan didiamkan, harus secepatnya diatasi,”
kata Prof. Gatot.
Penyakit stroke yang diderita Bapak Lukas Enembe, menurut Prof. Gatot, sudah dapat dikategorikan sebagai penyakit berat dan permanen.
Prof. Gatot mengatakan, dengan semua penyakit yang diderita Pak Lukas, apakah perlu tindakan khusus terhadap
Bapak Lukas.
“Dalam penjara, pihaknya tidak tahu apakah Bapak Lukas itu tidur di batu (dipan semen) atau di sofa. Apalagi dalam penjara, saya tidak tahu apa tidur di batu, apa di sofa. Apa ada AC atau ada sofa, kalau tidak ada, ya tidak nyaman. Apa akan membuat sehat, ya tidak. Orang sehat masuk penjara saja sakit. Penjara itu suasana tidak nyaman,” ujar
Prof. Gatot.
Ditanya kuasa hukum, tentang arti dari Immediately Evacuate dari surat rekomendasi rumah sakit Singapura, Prof. Gatot mengatakan bahwa Pak Lukas harus segera dievakuasi
ke rumah sakit.
Adapun Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua yakni Petrus Bala Pattyona; Antonius Eko Nugroho (Sekretaris Tim) dan Antonius Eko Nugroho.