JAKARTA, PADMAIndonesia.id–
Koalisi Mayarakat untuk Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia mengecam pernyataan Wakil Ketua KPK RI, Nurul Ghufron, yang menyatakan bahwa pasca Komnas HAM ke Rutan KPK RI, Lukas Enembe bisa beraktivitas dan bisa bermain tenis meja.
“Pernyataan Wakil Ketua KPK RI telah melukai perasaan paling dalam dari Keluarga Bapak Lukas Enembe dan Keluarga Besar Papua,” ungkap Gabriel dalam keterangan resmi, Minggu (26/3/2023).
Menurut Gabriel yang juga Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA)Indonesia, Keluarga Lukas Enembe dan Perwakilan tokoh-tokoh Aseli Papua merupakan SAKSI KUNCI kondisi kesehatan Lukas Enembe; yang membaca secara detail riwayat kesehatan dan mendengarkan langsung dari Dokter-dokter Ahli yang merawat Lukas Enembe.
“Wakil Ketua KPK (Nurul Ghufron, red) bukan seorang Dokter Ahli yang merawat Lukas Enembe,” sorot Gabriel.
Gabriel menegaskan bahwa kepastian kesehatan Lukas Enembe yakni berdasarkan hasil rekam medis dan keterangan Dokter Ahli yang merawatnya, bukan Dokter IDI rujukan KPK RI.
“Justeru publik menantang Wakil Ketua KPK RI, Nurul Ghufron untuk fokus pada pembuktian dugaan Tindak Pidana Gratifikasi terhadap Lukas Enembe, bukan berwacana dan terus berwacana sejak penangkapan Lukas Enembe hingga hari ini,” sindir Gabriel.
Gabriel berkomitmen, sebagai Penggiat HAM dan Anti Korupsi, maka KOMPAK Indonesia dan PADMA Indonesia, mengingatkan Komnas HAM dan KPK RI agar;
Pertama, mendesak Komnas HAM untuk memberikan rekomendasi terhadap Hak Atas Kesehatan Lukas Enembe untuk dirawat berdasarkan hasil rekam medis dan keterangan Dokter Pribadi dan Dokter Ahli serta Rumah Sakit Resmi yang merawat Lukas Enembe selama ini, bukan berdasarkan rujukan organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Kedua, mendesak KPK RI untuk berkata jujur kepada publik; apakah Lukas Enembe sudah di BAP resmi atau terhambat karena kondisi kesehatannya?
“Mengapa kasus-kasus Korupsi besar di Papua yang dilaporkan Penggiat Anti Korupsi di-peties-kan bahkan KPK RI hingga saat ini?” sentil Gabriel.
Ketiga, mendesak Dewan Pengawas KPK RI dan Komisi III DPR RI untuk segera meminta keterangan resmi Pimpinan KPK RI terkait pembiaran penanganan sejumlah kasus korupsi yang dilaporkan Penggiat Anti Korupsi; baik di Papua, NTT, Blok Migas Jatinegara dan kasus korupsi lainnya.
Keempat, mengajak Solidaritas Penggiat HM dan Penggiat Anti Korupsi serta Pers yang berintegritas, untuk bersama-sama mengawasi dan mengawal ketat Komnas HAM dan KPK RI dalam menjamin hak-hak asasi dan hak hukum setiap warga negara, termasuk hak atas kesehatan terhadap Bapak Lukas Enembe.