JAKARTA, PADMAIndonesia.id– Aliansi Kemanusiaan melawan Perdagangan Manusia, Zero Human Trafficking Network (ZHTN) menanggapi Aksi Kriminalisasi oleh Bambang Pandji Prianggono selaku Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (WAKABINDA) Kepulauan Riau (Kepri) terhadap Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus yang juga Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantauan (KKPPMP)Kepulauan Riau.
Dalam keterangan rilis yang diterima media ini, Jumat (17/3/2023), Zero Human Trafficking Network meminta perhatian para pemangku kebijakan untuk beberapa hal sebagai berikut:
(1). Bahwa pada tanggal 17 Januari 2023 telah terjadi aksi Kriminalisasi yang dilakukan oleh salah seorang pejabat BINDA KEPRI, yakni Bambang Pandji Prianggono terhadap Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, selanjutnya disebut Romo Paschal, Pastor Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau KEPRI (KKPPMPK) karena menganggap telah terjadi pencemaran nama baik melalui Aduan Masyarakat tentang keterlibatan para oknum aparat Negara dalam kejahatan penyelundupan orang dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Batam.
Padahal aduan masyarakat ini merupakan bagian dari karya pastoral gerejawi yang sesungguhnya akan membantu negara dalam memberantas kejahatan Perdagangan Orang yang sudah menjadi kejahatan kemanusiaan DARURAT di Negara Republik Indonesia.
Bahwa Aduan Masyarakat dan surat pastoral ini disertai data dan fakta pengalaman melayani dan mendamping para korban Penyelundupan orang dan Perdagangan Orang melalui Batam, Kepulauan Riau.
(2). Bahwa aksi kriminalisasi yang dilakukan melalui Laporan polisi oleh Bambang Pandji
Prianggono, seharusnya tidak perlu terjadi, apalagi beliau adalah seorang pejabat KABINDA KEPRI, yang semestinya ikut memantau, mengawasi dan mendapatkan
informasi akurat untuk upaya memberantas kejahatan kemanusiaan trans-nasional yang
melanggar Hak Asasi Manusia dan mengancam perikemanusiaan manusia Indonesia serta kedaulatan negara di wilayah kerjanya.
(3). Bahwa apa yang dilakukan oleh Romo Paschal adalah bagian dari hak masyarakat/warga negara untuk berpartisipasi dalam penegakan hukum atas kasus-kasus perdagangan orang maupun penyelundupan orang yang terjadi di wilayah kepulauan Riau secara khusus dan di Indonesia umumnya.
(4). Lebih lanjut terkait dengan aduan yang disampaikan tentang dugaan keterlibatan aparat dalam kejahatan kemanusiaan trans-nasional TPPO di wilayah KEPRI khususnya BATAM, sebagai salah satu “hot spot area” amatlah penting, apalagi memberi informasi
berdasarkan data dan fakta pengalaman pendampingan terhadap korban TPPO dan
penyelundupan PMI, yang nantinya akan menjadi bahan investigasi oleh negara melalui aparat yang ditunjuk atas kejahatan extraordinary TPPO agar dapat diberantas hingga ke akar-akarnya.
Terutama bagaimana memutus mata rantai jaringan “mafia” yang telah membuat penderitaan para korban dan yang telah merendahkan martabat kemanusiaan manusia Indonesia, martabat bangsa dengan perbuatan mencari untung secara keji, sangat tidak manusiawi dan tidak beradab.
(5). Bahwa Komisi Keadilan dan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau KEPRI (KKPPMPK) yang di ketuai oleh Romo Paschal, yang berkedudukan di Batam, KEPRI merupakan lembaga pelayanan yang sah dalam mendampingi para korban TPPO dan korban Penyelundupan Pekerja Migran Indonesia.
Dalam tugas pelayanannya, Komisi ini mengemban panggilan agama untuk mendampingi orang-orang yang terpinggirkan, orang-orang yang mengalami ketidak-adilan serta ikut menegakkan keadilan dan kebenaran melalui pendampingan khusus terhadap korban perdagangan orang di Indonesia.
Lembaga pelayanan dan pendampingan pastoral ini merupakan jaringan potensial dalam Zero Human Trafficking Network (ZHTN) terutama membantu negara/pemerintah untuk mendampingi para korban dan ikut mendukung pemerintah memberantas kejahatan
kemanusiaan trans-nasional TPPO, menyelamatkan para korban yang mengalami eksploitasi dan penindasan hingga menyebabkan penderitaan berat dan berkepanjangan sebagai manusia, warga masyarakat, bahkan meninggal dunia karena status mereka yang non-prosedural atau illegal.
Sehingga pengaduan polisi yang dilakukan itu akan berdampak pada pelemahan terhadap upaya-upaya kemanusiaan dari masyarakat potensial yang selama ini dilakukan untuk membantu banyak korban anak bangsa dan mendukung upaya pemerintah untuk penegakkan keadilan bagi masyarakat korban.
(6). Bahwa aksi kriminalisasi yang dilakukan oleh pejabat BINDA KEPRI lebih bersifat pribadi dan tidak mencerminkan wibawa aparat negara yang sedang ikut menyelamatkan negara dan rakyatnya atas kejahatan luar biasa TPPO dan penyelundupan pekerja migran.
Padahal, aduan masyarakat ini layak dijadikan data awal untuk investigasi lebih mendalam. Laporan polisi yang tidak pada tempatnya ini justru terkesan menjadi bagian dari upaya memberangus dan mengkriminalisasi para pejuang kemanusiaan yang dalam hal ini adalah tokoh agama, khususnya yang berkaitan erat dengan upaya menegakkan keadilan dan kebenaran melalui upaya konkrit pembelaan terhadap hak asasi para korban TPPO yang terjadi di tahun-tahun belakangan ini.
Upaya kriminalisasi ini justru dapat
melanggengkan kejahatan TPPO yang mengancam negara dan bangsa Indonesia, melanggar martabat kemanusiaan manusia Indonesia.
(7). Bahwa Romo Paschal adalah seorang Pastor dan tokoh agama yang sedang menjalankan panggilan iman melalui pengutusan, khusus pastoral sosial di mana salah satu tugasnya adalah memberi input atau masukan independen tentang kejahatan kemanusiaan yang
telah membuat sesama anak bangsa menderita, berdasarkan kajian lapangan mendalam melalui pengalaman pendampingan korban, dan pengumpulan data otentik agar para aparat penegak hukum dapat meneruskannya dengan langkah-langkah hukum yang telah
ditetapkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia.
Apa yang dilakukan Romo Paschal adalah sebuah karya pastoral untuk membela kemanusiaan yang tertindas. Karena itu, berdasarkan butir-butir pernyataan di atas, kami meminta kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar:
Pertama, menghentikan proses penyelidikan/penyidikan atas laporan polisi yang dilakukan oleh Bambang Pandji Prianggono, karena dugaan pencemaran nama baik yang dituduhkan kepada Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, tidak berdasar pada hukum yang kuat.
Sebaliknya, meminta agar pihak BINDA KEPRI sebagai lembaga resmi dari pelapor, bekerja sama dengan KKPPMPK untuk memperdalam aduan masyarakat yang telah dilakukan untuk menjadi acuan investigasi atas kejahatan TPPO di wilayah pelayanan
KEPRI dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Kedua, agar Lembaga BIN maupun Pejabat yang berada di atasnya, memanggil oknum pejabat bersangkutan untuk mengkaji motif di balik pelaporan ini; apakah tuduhan pencemaran nama baik ini murni merupakan rekomendasi lembaga BIN atau karena bersifat personal. Apabila bersifat personal, maka lembaga BIN perlu mengambil tindakan yang semestinya, baik etik maupun rekomendasi pada peradilan pidana bagi yang bersangkutan
Ketiga, perhatian serius dari berbagai pihak terkait, baik para pejabat negara secara umum maupun dan terutama Bapak Presiden RI.
ZHTN menilai bahwa ini bukan persoalan biasa, tetapi persoalan kebangsaan yang sedang terancam kejahatan kemanusiaan
trans-nasional TPPO, di mana Batam/KEPRI merupakan salah satu area penyelundupan
pekerja migran ke negara lain secara gelap (dan juga terbuka).
Laporan polisi yang dilakukan oleh salah satu okmum pejabat BINDA KEPRI justru terkesan menghambat upaya untuk memberantas kejahatan kemanusiaan yang sudah DARURAT ini, di mana partisipasi masyarakat sipil dan tokoh agama sangat diperlukan.
Demikianlah Pernyataan sikap dari Zero Human Trafficking Network.
Adapun Surat Pernyataan ZHTN tersebut ditandagangani oleh Pater Agus Duka selaku Koordinator dan Pdt. A. Elga J. Sarapung selaku Koordinator Tim Lobi dan Advokasi ZHTN.
Sementara itu, Tim Lobi dan Advokasi Z-HTN terdiri dari Pdt. A. Elga J. Sarapung; Gabriel Goa, (PADMA Indonesia); Sr. Geno Amaral, SSpS, (VIVAT Indonesia); Rosidin (Fahmina Institut); Sonya H. Sinombor (Pers); John Seo, (Pers-Kupang); Sr. Chatarina RGS, (Talitakum Indonesia-Yogyakarta); Sr. Irene OSU (Talitakum-Jakarta); Sr. Khatarina FSGM (JPIC FSGM-Lampung); Pdt. Marhaeny Mawuntu (TeLU-Manado); Pdt. Emmy Sahertian (Komunitas Hanaf-Kupang); Pdt. Paoina Barapa (GMIT-Kupang); Pdt. Obertina Johanis (Women Crisis Center Durebang, GKP-Bandung); Sulis Imelda Setiawati (Yayasan Pengembangan Kemanusiaan Donders-Sumba); Rm. Ch. Pascalis Saturnus (KKPPMP Keuskupan Pangkal Pinang-Batam); Irwan Setiawan (Embun Pelangi-Batam); dan Odang (Lembaga Pokja MPM-Kupang).