JAKARTA, PADMAIndonesia.id– “Putusan Majelis Etik Polri atas Bharada Eliezer yang memutus demosi 1 tahun dan tetap mempertahankan status Eliezer sebagai anggota Polri, tampak sekali mengikuti arus utama publik yang menganggap Eliezer layak mendapat keringanan hukuman, termasuk tetap menjadi anggota Polri.”
Demikian hal itu diutarakan Ketua SETARA Institute, Hendardi, dalam keterangan resmi, Kamis (23/2/2023).
Menurut SETRARA, alasan meringankan Eliezer dalam putusan etik itu karena posisinya sebagai Justice Jollaborator (JC) dan tidak pernah dihukum.
“Di luar konteks fakta persidangan, sesungguhnya opini publik telah menjadi pengadil utama dalam kasus ini, khususnya terkait Eliezer,” ungkap Hendardi.
Hadiah meringankan yang datang bertubi-tubi bagi Eliezer, kata dia, justru berbanding terbalik dengan putusan-putusan etik sebelumnya yang menimpa belasan anggota Polri, khususnya dari Polda Metro Jaya yang menjadi korban ‘prank’ Ferdy Sambo.
Diterangkan, posisi sejumlah anggota di wilayah hukum Polda Metro Jaya jelas memungkinkan menjadi korban ‘prank’ karena peristiwa terjadi di Jakarta.
Hendardi menyinggung, sidang etik sebelumnya memutus pelanggaran sejumlah anggota yang bahkan tidak terlibat tindak pidana sama sekali, tetapi dihukum demosi lebih berat dari Eliezer.
“Kondisi ini kemungkinan dipengaruhi oleh euforia penindakan tegas Polri pada awal-awal proses hukum Ferdy Sambo, dkk,” katanya.
Dengan terbuka dan terangnya peristiwa pembunuhan Yosua Hutabarat melalui persidangan yang sudah tuntas, lanjut Hendardi, sesungguhnya Polri telah memiliki pengetahuan utuh atas konstruksi peristiwa dan aktor-aktor yang terlibat.
“Dengan demikian, mereka yang betul-betul korban ketidaktahuan, layak pula dipulihkan hak-haknya, termasuk mencari terobosan baru, meninjau putusan Majelis Etik yang terlanjur sudah diketok,” rekomemdasi SETARA.
Hendardi beralasan, turbulensi disiplin anggota Polri akibat peristiwa tersebut dan berbagai respons dan penanganan yang dilakukan oleh Polri, memang telah berhasil memulihkan kepercayaan publik pada Polri.
“Namun demikian, menjaga moralitas dan soliditas anggota yang terlanjur menjadi ‘korban’ penindakan disiplin dan etik juga penting menjadi agenda Polri, sehingga tuntas melalui ujian presisi yang menjadi mantra bersama Korps Bhayangkara,” tutupnya.