TPDI: Neldis Lebi dan Daeng Bakir Tidak Boleh jadi Tumbal Penegakan Hukum untuk Selamatkan Bupati Robi Idong dari Pusaran Korupsi BTT Sikka

MAUMERE, PADMAIndonesia.id–
“Pasal 35 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, menyatakan bahwa setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.”

Demikian hal itu diutarakan Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, dalam keterangan resmi, Selasa (21/2/2023).

Dengan demikian, kata Petrus, dugaan kerugian negara dalam kasus dana Belanja Tidak Tetap (BTT) Kabupaten Sikka sebesar Rp 724.678.678, tidak bisa dibebankan penggantian kerugian negaranya hanya pada Bendahara BTT, Neldis Lebi seorang diri, melainkan harus dipikul secara tanggung renteng mulai dari Bupati Robi Idong hingga penerima yang paling kecil jumlahnya.

“Begitu pula dengan permasalahan pertanggungjawaban pidananya, Penyidik Kejari Sikka tidak boleh membebankan pertanggungjawaban pidananya, hanya kepada tumbal-tumbal yang sudah diseting sejak awal untuk dikorbankan demi kenyamanan Bupati Robi Idong dan opini WTP,” sorot Petrus.

Menurut Advokat PEREKAT NUSANTARA itu, Opini WTP yang didapat meskipum beraroma KKN, akan tetapi WTP ini dijadikan gimmick untuk pencitraan Bupati Robi Idong, agar terkesan sebagai Bupati yang bersih dan bebas KKN, padahal Opini WTP dari BPK RI bukanlah filter untuk mencuci dosa seorang Bupati, karena banyak pejabat setelah mendapat WTP selanjutnya ditangkap KPK.

Kelola Keuangan Ala Preman

Membaca kronologis Neldis Lebi, singgung Petrus, ketika hendak diserahkan kepada pemeriksa BPK RI di Jakarta, digambarkan bagaimana upaya Sekda Sikka, Alvin Parera untuk mendapatkan Sertifikat Hak Milik atas tanah milik Neldis Lebi, untuk dijadikan jaminan dalam menutup bolong-bolong administrasi keuangan menjelang terjadi barter dengan Opini WTP.

“Tata kelola keuang daerah di bawah pengelolaan Bupati Robi Idong, telah membuka ruang mulai dari sopir-sopir, oknum Satpol PP hingga Bupati, bisa kapan saja mengambil dana atas nama Civid-19, tanpa ada pertanggungjawaban termasuk pasca ada Opini WTP dan proses pidana korupsi Dana BTT saat ini,” ungkap Advokat senior itu.

Padahal, lanjut Petrus, Bupati Robi Idong dan Timnyalah yang menciptakan ruang korupsi agar korupsi Dana BTT atas nama Covid-19 berjalan leluasa, lalu ujung-ujungnya Neldis Lebi harus jadi tumbal bagi mereka semua.

“Ini jelas sikap tidak jujur, tidak adil dan tidak berintegritas moral dari seorang Bupati Robi Idong. Karena itu, Daeng Bakir, dkk jangan menutup-nutupi praktek korupsi berjamaah di Sikka, harus buka semua ke atas, jangan takut,” tegas Petrus.

Petrus menilai, praktek menjadikan orang lain sebagai tumbal merupakan hutang nyawa dan harga diri; tidak bisa dibayar besok masih ada lusa, dan seterusnya, karena akan dikejar terus. Upaya menutup-nutupi lubang-lubang administrasi keuangan yang korup dengan Opini WTP, memberikan gambaran nyata bahwa betapa tata kelola keuangan daerah di Sikka dikelola dengan manajemen Debt Collector ala Preman, gali lubang tutup lubang.

Gali Sumber Uang Rp 109 Juta

Petrus menyebut, upaya paksa yang dilakukan oleh Sekda Sikka Alvin Parera bersama Timnya, berhasil memperdaya Neldis Lebi hingga Sertifikat Hak Milik atas tanah dan bangunan rumahnya ditebus terlebih dahulu pada utang Bank BNI lalu diserahkan kepada Sekda Sikka demi meraih Opini WTP.

“Anehnya, sampai sekarang Neldis Lebi tidak tahu secara resmi dari mana dana sebesar Rp 109 juta itu berasal; apakah dari gali lubang tutup lubang atau uang korupsi pula yang diberikan kepada Neldis Lebi untuk membayar hutang Bank BNI. Neldis Lebi tidak tahu dengan siapa hutang sebesar Rp 109 juta akan diikat dengan perjanjian hutang dan siapa yang akan membayar kelak,” tukasnya.

“Ini misteri yang harus dijawab dalam penyidikan perkara korupsi Dana BTT di Sikka, dengan memeriksa Bupati Robi Idong dan Sekda Alvin Parera, dkk,” tambahnya.

Disinggungnya, ada yang menyebut bahwa uang tebusan kekurangan dari debitur Neldis Lebi senilai Rp. 109 juta untuk membayar sisa hutangnya di BNI Sikka, diduga diambil dari kas PDAM Pemkab Sikka, agar dengan uang itu, sertifikat tanah milik Neldis Lebi bisa ditarik dari Bank BNI dan dijadikan jaminan entah di tangan siapa jaminan itu dipegang (Bupati Robi Idong kah atau Sekda Alvin Parera). Tugas penyidik Kejaksaan Sikka yang harus menggali dengan memeriksa Sekda Alvin Parera dan Bupati Robi Idong.

“Inilah cara premanisme Bupati Robi Idong dalam tata kelola keuangan daerah. Karena itu, Sertifikat Hak Milik tanah Neldis Lebi perlu segera disita Penyidik Kejaksaan Negeri Sikka, agar menjadi bukti bahwa Opini WTP dari BPK RI kepada Pemda Sikka, diperoleh dengan cara tipu muslihat dan merekayasa bukti-bukti sebelum WTP didapat,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *