MAUMERE, PADMAIndonesia.id– Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Sikka, Very Awales, pada Kamis (2/2/2023) lalu, mengklarifikasi kritik publik tentang keterlambatan atau mangkraknya pembangunan Menara Lonceng di Gelora Samador Da Cunha, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT.
Hal tersebut memantik respon Koordinator Pergerakan Advokat (PEREKAT) NUSANTARA, Petrus Selestinus melalui keterangan resmi, Rabu (15/2/2023).
Petrus mengatakan bahwa penjelasan Kadis Kominfo yang mengkonfirmasi bahwa pembangunan Menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II, sesungguhnya merupakan program Pemerintah Daerah Sikka guna memenuhi harapan seluruh Umat di Kabupaten Sikka.
Akan tetapi, dua hari kemudia yaitu pada Sabtu (4/2/2023), Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo (Robi Idong), dalam wawancara dengan wartawan seputar argumen dasar membangun Menara Lonceng, mengkonfirmasi bahwa pembangunan Menara Lonceng merupakan “Kegiatan Kemasyarakatan” (Masyarakat dan Keuskupan Maumere).
Kebohongan yang Berlanjut
Petrus menimpali bahwa itulah niat jahat, dusta dan kebohongan Bupati Robi Idong yang secara berlanjut diungkap Kadis Very Awales, sebagaimana terungkap ke sejumlah media sebagai berikut;
Pertama, Bupati Robi Idong menyatakan bahwa Pembangunan Menara Lonceng merupakan proyek Masyarakat dan Keuskupan Maumere, tetapi Masyarakat atau Uskup Maumere tidak pernah dilibatkan dalam Perencanaan, Penganggaran, Kepanitian, Arsitektur, Kontraktor, dan lai-lain.
Kedua, Bupati Robi Idong menyatakan bahwa yang akan membangun Menara Lonceng tersebut adalah Keluarga Besar Tionghoa yang ada di Maumere, tetapi ketika acara peletakan batu pertama, Bupati Robi Idong bertindak ‘one man show’ yang terkesan menegaskan diri sebagai Bupati, Pekerja Proyek, Panitia Pelaksana, Peminta Sumbangan, dan lain-lain.
Ketiga, Anggaran pembangunan Menara Lonceng tidak masuk dalam APBD Sikka, namun Bupati Robi Idong menjanjikan akan dibiayai oleh APBD.
Keempat, Bupati Robi Idong menyatakan bahwa akan mengadakan Rapat Panitia Pelaksanaan Pembangunan Menara Lonceng, padahal Panitianya menurut Very Awales belum dibentuk (sedang disiapkan SK Pembentukannya).
“Beberapa kebohongan dan tipu muslihat Bupati Robi Idong secara berlanjut, membuktikan bahwa pembangunan Menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II di Sikka, tidak direncanakan secara matang dan secara bersama-sama dengan pihak Keuskupan Maumere bahkan telah dimanipulasi dan dilandasi Itikad Buruk Bupati Robi Idong,” sorot Petrus.
Menurut Koordinator TPDI itu, tidak adanya kejelasan sumber dana dan penganggarannya, serta tidak ada kejelasan apakah proyek ini milik Pemda Sikka atau proyek milik Masyarakat Maumere Cq Keuskupan Maumere, malah muncul penjelasan berbeda antara Kadis Very Awales dengan Bupati Robi Idong, sehingga membuat publik Sikka bertanya-tanya siapa yang berbohong di antara keduanya.
Minta Sumbangan
Petrus menyebut, meskipun belum jelas apakah proyek Menara Lonceng ini milik Pemda Sikka atau milik Masyarakat Maumere dan apakah dibangun atas dasar sistim kerjasama pihak ketiga atau oleh Pemda sendiri, namun Bupati Robi Idong sudah meletakkan batu pertama tanda dimulainya pekerjaan Menara Lonceng dan sudah meminta sumbangan ke sana kemari.
“Ini memperlihatkan bahwa betapa proyek Menara Lonceng adalah proyek ‘one man show’ Bupati Robi Idong, padahal modal kerja proyek berasal dari Sumbangan Masyarakat,” ujar Petrus.
Bupati Robi Idong, lanjut dia, juga mencoba memancing daya tawar Masyarakat dengan mendeclare bahwa keluarganya menyumbang Rp 100 juta; itupun belum jelas kapan disetor dan disetor ke siapa serta dari mana asal uang itu.
“Bipati Robi Idong dan Masyarakat Cq Uskup Maumere harus duduk bersama untuk memastikan terlebih dahulu secara transparan dan akuntabel, siapa sebenarnya sebagai pemegang otoritas membangun proyek Menara Lonceng, siapa yang mengotorisasi semua hal dan di mana posisi Pemda Sikka dan Uskup Maumere ditempatkan,” ujar Petrus
Kerjasama Pihak Ketiga
Petrus beralasan, jika pembanguanan Menara Lonceng tersebut sebagai proyek Masyarakat atau Keuskupan Maumere, maka melalui mekanisme peran serta masyarakat, proyek Menara Lonceng ini sepenuhnya dibangun di bawah otoritas Keuskupan Maumere.
“Sebaliknya, jika dibangun melalui mekanisme kerjasama Pemda Sikka dengan Pihak Ketiga (Keuskupan Maumere, red), maka Pemda Sikka dan Keuskupan Maumere harus duduk sama-sama untuk merumuskan syarat-syarat kerjasamanya. Inilah yang elok,” imbuhnya.
Advokat Senior tersebut menyentil, tidak adanya kejelasan tentang siapa penanggung jawab pembangunan proyek Menara Lonceng, siapa yang berhak membentuk panitiannya, dan dari mana sumber dananya, siapa Kontraktor atau pemborong yang mengerjakannya, maka hal tersebut sebagai ‘by design’ agar Bupati Robi Idong bisa ‘curi start’ dan memanipulasi semua kondisi yang ada.
“Karena itu, Bupati Robi Idong tidak boleh seenaknya ‘one man show’ alias suka-suka mengatur sendiri, membentuk Panitia sendiri, menentukan sumber dananya sendiri, meletakkan batu pertama sendiri tanpa kejelasan anggaran. Ini namanya serakah alias tidak tahu diri,” kritik Petrus.
Anehnya, tambah dia, meskipun kewenangan untuk membangun proyek Menara Lonceng belum jelas, apakah wewenang Pemda Sikka atau wewenang Umat Katolik Maumere, Cq Uskup Maumere, namun Bupati Robi Idong sudah ‘curi start’ dengan meletakkan batu pertama pada tanggal 2 Februari 2022 atau setahun yang lalu, tanpa ada jaminan kepastian kelanjutan pekerjaannya.
“Di sini nampak jelas bahwa Masyarakat Maumere diperdaya bahkan dicoba untuk dibodohi, akibatnya Masyarakat Maumere tidak percaya lagi akan janji-janji manis Bupati Robi Idong, terlebih-lebih ketika bertindak sebagai pemilik proyek dan atau sebagai pencari dana alias Tere Bea,” tutupnya.