Tanggapi Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia, PADMA Indonesia Minta Presiden Jokowi Beri Atensi Serius

JAKARTA, PADMAIndonesia.id– Malaysia mengklaim menemukan dan menggerebek perkampungan ilegal Warga Negara Indonesia (WNI) di Nilai,
dekat perbatasan Negeri Sembilan, Selangor, Malaysia.

Foto-foto perkampungan ilegal tersebut dirilis oleh Departemen Imigrasi Malaysia melalui laman Facebook Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) pada Kamis (9/2/2023) lalu.

Melansir Kompas.com, dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa JIM telah menggerebek perkampungan tersebut dalam agenda Operasi Penegakan Terpadu.

Dalam Operasi Penegakan Terpadu tersebut, ada 68 WNI yang diperiksa; 67 di antaranya ditahan karena berbagai pelanggaran, termasuk tidak memiliki dokumen identitas yang sah dan overstay. Warga Indonesia yang ditahan itu berusia antara dua bulan hingga 72 tahun.

Direktur Jenderal Departemen Imigrasi Malaysia (JIM), Khairul Dzaimee Daud mengatakan, warga Indonesia yang berada di perkampungan tersebut diyakini tidak berniat kembali, melainkan ingin tetap tinggal di Malaysia tanpa dokumen yang sah.

Dilaporkan bahwa beberapa hari kemudian, perkampungan warga Indonesia di Malaysia itu telah dihancurkan untuk mencegah warga asing kembali ke sana.

Terhadap fakta bahwa ada perkampungan ilegal warga Indonesia yang mengais Ringgit di Negeri Jiran Malaysia, hal itu mendapat tanggapan kritis dari Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, Gabriel Goa, yang menegaskan bahwa publik tidak bisa hanya menyatakan prihatin dan menghakimi mereka.

“Justru ini menjadi bukti nyata bahwa Pemerintah dalam hal ini Pemprov, Pemkab dan Pemkot di kantong-kantong Pekerja Migran tidak sigap dan tidak serius mempersiapkan Calon Pekerja Migran Indonesia sesuai amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk mempersiapkan kopetensi dan kapasitas CPMI melalui Balai Latihan Kerja(BLK PMI) dan pengurusan prasyarat CPMI melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) PMI,” ungkap Gabriel dalam keterangan resmi, Selasa (14/2/2023).

Fakta lain, lanjut Gabriel, peluang belum adanya BLK dan LTSA PMI di kantong-kantong Daerah Asal Pekerja Migran Indonesia dimanfaatkan oleh jaringan mafia Perdagangan Manusia (Human Trafficking) dengan bujuk rayu dan iming-iming Dollar, Ringgit, Dinar dan Euro, untuk berangkat non-prosedural sehingga rentan Human Trafficking dengan jaminan dibacking oleh oknum-oknum aparat keamanan dan pejabat.

Gabriel beranggapan, Human Trafficking semakin subur juga karena Perpres Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) belum berfungsi nyata di level nasional dan semakin diperburuk lagi belum juga nyata dalam implementasi di lapangan melalui Pergub/PerBup dan Perwalkot tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

“Bahkan, semakin miris lagi, Pejuang Kemanusiaan yang berani bersuara lantang dan aksi nyata melawan jaringan mafia Human Trafficking yang dibacking oknum aparat keamanan dan oknum Pejabat, justru dikriminalisasi dan diintimidasi untuk membungkam gerakan advokasi bahkan diteror untuk dibunuh,” sentil Gabriel.

Terpanggil untuk menyelamatkan Anak Bangsa yang bertarung nyawa mengais rejeki di Luar Negeri dan mempersiapkan mereka sejak dini mulai dari Daerah Asal, maka PADMA Indonesia menyerukan;

Pertama, mendesak Presiden Jokowi agar memeerintahkan Menko Polhukham dan Menko PMK untuk segera memberdayakan dan mengfungsikan secara aktif Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

“Jika Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO tidak berjalan maka kami mendesak Presiden Jokowi segera membentuk Badan Nasional Penanggunglangan Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti BNN dan BNPT,” seru Gabriel.

Kedua, mendesak Presiden Jokowi agar meerintahkan Gubernur, Bupati dan Walikota di kantong-kantong Pekerja Migran Indonesia, untuk segera membangun BLK dan LTSA PMI serta membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

Ketiga, berkolaborasi dengan Pemerintah, Rakyat, Akademisi, CSO dan Pers (Pentahelix) untuk bergerak bersama melakukan pencegahan dan penanganan TPPO, juga melakukan lobi dan advokasi kebijakan publik revisi UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO, mempercepat PP Justice Collaborator TPPO dan meratifikasi Konvensi Internasional Lembaga PBB terkait Pelindungan Pekerja Migran yang rentan menjadi Korban Human Trafficking.

“Atas nama Kemanusiaan guna menyelamatkan anak-anak bangsa dan menjamin hak-hak hidup mereka, maka Negara wajib hadir secara nyata melalui gerakan Zero Human Trafficking, berantas Mafia TPPO dan tindak tegas para oknum Aparat dan pejabat negara yang diduga kuat membackingi sindikat TPPO,” desak Gabriel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *