Penempatan PMI ke Malaysia Kembali Dibuka per 1 Agustus 2022, PADMA Indonesia Beri Catatan dan Rekomendasi Kritis

JAKARTA, PADMAIndonesia.id– Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, memberi catatan dan rekomendasi strategis menanggapi kebijakan Penempatan PMI ke Malaysia yang kembali dibuka per 1 Agustus 2022, melalui One Channel System untuk mencegah migrasi illegal Human Trafficking.

Dijelaskan, prasyarat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mewajibkan Calon Pekerja Migran Indonesia dipersiapkan kompetensi dan kapasitasnya hingga mendapatkan Sertifikat melalui Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN) milik Pemerintah maupun Perusahaan Pengerah Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang sudah terdaftar resmi di Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan memiliki Instruktur serta Assesor yang sudah lulus dan bersertifikat yang dikeluarkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bekerjasama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia juga mewajibkan semua CPMI memproses semua dokumen dan prasyarat-prasyarat legal formil seperti: Paspor, Visa Kerja, Pemeriksaan Kesehatan, Job Order, Jamsostek, Jaminan Asuransi, dan P3MI yang Resmi melalui Layanan Terpadu.Satu Atap (LTSA) serta terdaftar di Siskonya BP2MI.

Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa, dalam keterangan media, Rabu (3/8/2022) mengungkap fakta di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai salah satu Provinsi terbanyak penyumbang CPMI, yakni bahwa hingga saat ini hanya tiga BLK LN yang resmi dan memenuhi prasyarat formil milik P3MI, dan satu milik Pemerintah.

Demikian pula LTSA yang hingga kini hanya terdiri dari 4 LTSA yakni di Maumere Kabupaten Sikka, Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Tambolaka (Sumba Barat Daya).

“Namun, fakta miris yakni belum optimalnya pelayanan bahkan di Kabupaten Kupang dan Tambolaka (Sumba Barat Daya) yang terancam terbengkalai,” sorot Gabriel.

Menurut Gabriel, tantangan ke depan khusus di wilayah NTT pasca dibukanya keran penempatan PMI ke Malaysia dan Negara Timur Tengah, Asia Pasifik dan lainnya, yakni akan terjadi Migrasi Ilegal rentan perdagangan manusia (Human Trafficking) karena BLK LN Profesional belum ada di 21 Kabupaten/Kota di NTT.

Rekomendasi Solutif PADMA Indonesia

Terpanggil untuk menyelamatkan Calon Pekerja Migran asal NTT agar tidak terjebak bujuk rayu mafiosi Human Trafficking dan menjadi Korban Migrasi Ilegal rentan Human Trafficking, maka PADMA Indonesia menyerukan;

Pertama, mendesak Menaker dan Gubernur NTT serta semua Bupati/Walikota se-NTT untuk segera membangun BLK LN Profesional di NTT bukan membangun BLK Komunitas yang syarat kepentingan politik bukan kepentingan Calon Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang rentan menjadi korban Human Trafficking tanpa jaminan masa depan bagi Korban beserta Keluarga.

Kedua, mendesak Menaker dan Gubernur NTT beserta semua Bupati/Walikota se-NTT untuk serius membangun Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) guna melayani semua kelengkapan prasyarat formil serta dokumen resmi dan kelengkapan prasyarat-prsyarat lainnya agar CPMI berangkat Legal bukan ilegal lewat jaringan mafiosi Human Trafficking.

Ketiga, mendesak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebagai Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, agar segera ke NTT mendesak Gubernur NTT dan Bupati/Walikota se-NTT guna merealisasikan Perpres Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dengan menerbitkan PerGub, PerBup, PerWalkot dan PerDes tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.

Keempat, segera mencanangkan Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman (GEMA HATI MIA) yang dimulai dari tingkat Desa dengan melibatkan kolaborasi antara Pemerintah, Akademisi, Masyarakat, Lembaga Agama/LSM/Lembaga Adat dan Pers (Pentahelix).

“Kebijakam Moratorium dan pembukaan kembali keran pengiriman CPMI ke luar negeri membuktikan inkonsistensi komitmen pemerintah tanpa upaya pencegahan, pemberdayaan, penanganan dan rehabilitasi secara konkrit. Human Trafficking adalah kejahatan sistematis akibat kebijakan tanpa pengawasan secara intens dan masif,” tegas Gabriel yang juga koordinator bidang Advokasi Hukum Jaringan Nasional Anti TPPO ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *