JAKARTA, PadmaIndonesia.id– Tokoh Nusa Tenggara Timur (NTT) Diaspora, Ignas Iryanto Djou, menyoroti proses politik yang mewarnai pemilihan Wakil Bupati Ende oleh DPRD Ende pada 11 November 2021 lalu, hingga keabsahan pelantikan oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang dinilai cacat administrasi.
Meski demikian, kemenangan Erikos Emanuel Rede (Nasdem) atas pesaingnya Dominikus Minggu Mere (Golkar), sempat diwarnai oleh beragam komentar pasca-pemilihan hingga berbuntut pada kesimpangsiuran soal agenda pelantikan hingga akhir Januari 2022.
Akhirnya, kesimpangsiuran informasi seputar pelantikan Wakil Bupati, menunjukkan titik terang usai Sekda Ende maupun Setda Pemprov NTT mengeluarkan Surat berisi pemberitahuan jadwal Pelantikan Wakil Bupati Ende oleh Gubernur NTT pada Jumat (28/1/2022) bertempat di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT.
Publik NTT, khususnya masyarakat Kabupaten Ende tentu menantikan momen pelantikan itu terlaksana sesuai Surat pemberitahuan yang sudah tersebar ke berbagai media sosial dan berbagai media elektronik.
Namun, jadwal Pelantikan kemudian dipercepat satu hari dari jadwal sebenarnya, yakni terjadi pada Kamis (27/1/2022) malam.
Acara Pelantikan Wakil Bupati Ende pun dilaksanakan sesuai tata protokoler pelantikan, hingga berakhir dengan sesi bersama.
Terkait pelantikan ini, Ignas Iryanto lantas memberi beberapa poin kritis.
“Saya tidak pernah menolak aji (adik, red) Erik Rede menjadi Wakil Bupati (Wabup). Yang patut disesalkan yakni proses politik yang cacat dan jauh dari mulus. Proses pemilihan cacat administrasi, ini fakta karena ada dokumennya. Yang diharapkan agar cacat administrasi itu diselesaikan dengan Mendagri, cq Dirjend Otda (tidak terlihat ada penyelesaiannya). Justru Surat Dirjend sebelum pelantikan adalah bukti paling akhir,” sentilnya.
Ignas menilai, proses pelantikan Wakil Bupati juga cacat, sambil menyinggung pernyataan Gubernur NTT yang menyatakan hentikan polemik.
“Bagaimana mungkin menghentikan polemik yang ditimbulkan sendiri karena prosedur yang bermasalah? Jika taat prosedur, pasti tidak akan ada polemik. Praktek politik seperti ini, jika terus dibiarkan tidak akan membuat proses pembangunan berjalan dengan baik. Erik dan siapapun yang menjadi pimpinan daerah harus melewati proses politik yang bersih dan yang memberikan kewibawaan dalam memimpin,” ujarnya.
“Ini soal proses dan hasil. Bagi saya, kedua hal itu (proses dan hasil) sama pentingnya dan harus dijaga marwah jabatan tersebut, yang mestinya datang dari etika politik yang benar. Dalam seluruh proses ini, tidak terlihat usaha untuk menjaga marwah jabatan Wabup serta sama sekali tidak terlihat etika politiknya,” kritik Ignas.
Polemik Keabsahan Pelantikan
Pelantikan Wakil Bupati Ende usai digelar sesuai protokol, diikuti beragam ucapan selamat dan proficiat kepada Wakil Bupati Ende sisa masa Jabatan 2019-2024, Erikos Emanuel Rede.
Namun demikian, bukan tak ada riak yang kembali mengganjal. Kali ini sangat serius, karena berhubungan dengan prosedur, keabsahan, dan legalitas (kewenangan).
“Menurut info valid yang saya peroleh, Surat Mendagri dikirim pada tanggal 19 Januari dan tidak pernah muncul ke publik. Yang ada adalah berbagai statement tentang akan dilantiknya Wabup tanggal 28 Januari disertai dengan beredarnya undangan pelantikan,” singgung Ignas.
Ignas mengaku heran ketika jadwal pelantikan dipercepat ke tanggal 27 Januari sehingga tidak sesuai dengan jadwal dan Surat pemberitahuan pelantikan yakni tanggal 28 Januari.
“Saya sangat heran ketika tahu bahwa ada hal yang disembunyikan. Ini suatu pembangkangan, bahwa pelantikan itu dilaksanakan,” sorot Ignas.
Ia merunut, ternyata pada tanggal 27 Januari, Dirjen Otda mengirimkan Surat Penarikan SK Mendagri tersebut, dan karena itu pelantikannya tidak boleh dilaksanakan.
Namun Pemda NTT (Gubernur) tetap melaksanakan pelantikan tersebut.
“Pertanyaannya, apakah pelantikan tanggal 27 Januari itu sah, jika sebelumnya sudah ada Surat Penarikan (pembatalan, red) atas SK Mendagri tersebut? Mungkin akan ada yang mengatakan; tidak mungkin SK Menteri dibatalkan oleh SK Dirjen. Nah, persoalan lalu berada di kantor kementerian,” singgungnya.
“Logika kita tentu berjalan. Artinya, SK Mendagri, sebelumnya tidak melalui Dirjen Otda, padahal hal tersebut adalah tupoksi Dirjen tersebut. Ada kesalahan prosedural dalam penerbitan SK?” imbuhnya.
Yang pasti, kata dia, yang “bermain” luar biasa licin dan jahatnya.
“Ini harus disikapi. Surat Pembatalan dari Dirjen serta tanda terima surat tersebut, sekarang beredar di Ende dan kembali memicu polemik horizontal. Yang “bermain” kelihatannya memang menginginkan hal tersebut,” timpalnya.
“Seluruh warga NTT, bukan saja warga Ende, harus melawan cara-cara politik seperti ini,” tandasnya. (GuM)