NTT, PadmaIndonesia.id– Salah Satu Wacana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) through KEPEMIMPINAN Gubernur-Wakil Gubernur; Victor Bungtilu Laiskodat-Josef A. Nae Soi (Paket Viktory-Joss) yaitu menekan angka kematian Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT memerangi mafia perdagangan manusia (human trafficking).
Wacana Victory-Joss, awalnya melalui Moratorium atau penghentian sementara pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Kebijakan Moratorium Pemprov NTT, diharapkan disertai dengan solusi konkrit, yakni penyediaan sumber daya dan keterampilan Calon PMI, pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) PMI, Peningkatan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) PMI, serta pembenahan serius terhadap lembaga dan instansi terkait prosedur pengiriman CPMI ke luar negeri yang rentan terjadi secara ilegal (non-prosedural) melalui peran Perusahaan Jasa Kerja Indonesia Swasta (PJTKIS) yang menggunakan jasa para calo dalam urusan tenaga dan pengiriman hingga ke tempat penampungan (transit).
Bahkan, dalam pidato perdananya pada rapat paripurna DPRD NTT, Senin (10/9/2018) lalu, Gubernur Viktor Laiskodat secara tegas mengancam akan mematahkan kaki pelaku perdagangan manusia.
“Kita akan bekerja sama dengan Danrem Kupang dan Kapolda NTT. Yang mengirim TKI asal NTT ke luar dan menjadi budak, maka gubernur akan kasih uang untuk patahkan kaki,” tegas Viktor melansir Kompas.com.
Komitmen Pemprov NTT terhadap pencegahan dan pemberantasan mafia perdagangan manusia seperti “menabur jarum dalam sekam”; semakin keras membuat pernyataan (tanpa tindakan konkrit), semakin sulit membendung peran para mafia (calo) perdagangan manusia.
Tentu saja, DATA merupakan tolok ukur terhadap komitmen dan kebijakan. Jika data menunjukkan hal yang sebaliknya, maka sebuah kebijakan, apalagi pernyataan, hanya dianggap sebagai “menabur angin, menuai badai.”
Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untul Perdamaian dan Keadilan (PADMA) Indonesia yang sejak lama konsen terhadap masalah perdagangan manusia asal NTT, merilis data Pekerja Migran asal NTT yang pulang dalam peti mati (jenazah) sejak kepemimpinan Victory-Joss;
Tahun 2018: 105 jenazah
Tahun 2019: 119 jenazah
Tahun 2020: 87 jenazah
Tahun 2021: 121 jenazah
Dari 121 jenazah PMI tahun 2021, hanya 1 PMI yang tercatat melalui prosedur resmi (legal), sementara yang lainnya dikirim secara non-prosesural (ilegal) sehingga terindikasi menjadi korban Human Trafficking.
Pelanggaran HAM
Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa, menyatakan komitmen Pemprov NTT melalui kebijakan Moratorium, sebagai wacana tanpa implementasi nyata.
“Kebijakan tanpa keseriusan untuk mempersiapkan CPMI melalui peningkatan SDM dan keterampilan, pembangunan BLK PMI, optimalisasi LTSA PMI, serta pembenahan pegawai, sama dengan pembiaran terhadap PMI Ilegal dan Human Trafficking di NTT,” kata Gabriel dalam rilis kepada media ini, Senin (10 /1/2022).
Gabriel, yang juga Penggagas Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia (Pokja MPM), menyebut proses pembiaran sebagai bentuk Pelanggaran HAM.
“Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten/Kota, terkesan dengan sengaja melakukan pembiaran tanpa perlindungan terhadap CPMI mulai dari persiapan komptensi dan kapasitas lewat BLK PMI dan diurus resmi melalui LTSA sesuai Amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 Pelindungan PMI,” sentil Gabriel.
Gabriel, hingga saat ini, tercatat belum asa BLK PMI di NTT yang memenuhi standar Nasional dan Internasional.
Meski demikian, kata dia, terdapat 4 LTSA yang sudah dibangun oleh Pemerintah Pusat di NTT, yakni: di Maumere, Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD).
Koordinator Koalisi Masyarakat Pembela Adelina Sau Korban Human Trafficking (Kompas Korhati) ini menjelaskan bahwa
Presiden RI sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Apakah LTSA yang sudah dibangun Pempus, sudah dioptimalkan atau malah dibiarkan terbengkalai? Apakah amanat Perpres Nomor 22/2021 sudah terbentuk di Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota se-NTT?” sorot Pelopor Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman (Gema Hati Mia) ini.
Menapak awal tahun 2022, NTT kembali yakin sukha setelah 1 jenazah PMI asal Timor Tengah Utara (TTU) kembali dikirim dari Negeri Jiran Malaysia.
Sementara itu, PMI asal Belu yang belum diketahui keberadaannya, sudah 8 bulan di perairan Mauritus sedang dicarikan kolaborasi bersama dengan pihak Kemenlu RI Direktorat Perlindungan WNI dan BHI.
“Apakah NTT terus tersandera dengan julukan ‘Nusa Tertinggi Trafficking?” sentil Jibril. (Gusi)